Tuesday 16 June 2015

Kursi prioritas

Setiap kali naik kereta dan lihat ibu hamil/ nenek/ ibu dengan balita yang tidak dapat tempat duduk itu rasanya gregetan. (kalau penyandang disabilitas jarang sekali ditemui oleh saya di commuter line ini). Gregetannya karena mereka seharusnya bisa duduk di tempat yang seharusnya. Gak harus di kursi prioritas sih, kursi mana aja. Pernah jadi ibu hamil dan pernah ngerasain gendong balita di tempat umum, bisa ngerasain pegal dan lelahnya berdiri dalam jangka waktu lama.
Tapi yah itu, mengingat pernah ngalemin "salah negur" orang untuk minta kursinya ditempati oleh nenek, saya jadi takut melakukan kesalahan yang sama. Hehehe...
Pagi itu saya gregetan tingkat tinggi melihat seorang nenek yang bungkuk ini tetap memegang tiang untuk mempertahankan keseimbangannya dari gerakan swing maju mundur kanan kiri si kereta, sementara anak remaja putri duduk di depannya dengan antengnya. Naluri emak2 cerewet sudah menyalakan lampu merah alert , ayo cha tanya sama si anak ini sesuatu yang bisa bikin dia mikir harus ngapain. Saya berpikir kalau kuta tidak perlu mendikte orang untuk persilakan dia berdiri dan memberi kursi pada yang membutuhkan, tapi ajak mereka berpikir harus ngapain. Nah, begini kurang lebih dialog nya :
Saya: hallo dek... Lagi sakit? (Nanya sambil senyun)
Remaja : nggak, mbak
Saya: oh gitu. Nek, turun di mana?
Nenek : turun di Duri neng (pemberhentian trakir dari Tangerang)
Saya: oh Duri. Masih 30 menit lagi ya Nek.. Jauh juga ya... Sehat, Nek?
Nenek : iya masih jauh neng. Saya pusing kalau naik kreta).
Saya : iya kalau masih jauh, pasti capek ya nek berdiri terus. (Ngomong sambil ngeliat ke remaja dan nenek).
Dengan senyum dan nada suara normal, sedikit parafrase, si remaja akhirnya berdiri dan mempersilakan nenek duduk. Thanks for changing your mind, Dek.

1 comment:

  1. Good job maich.. you did it yeay (terra's version) hahhay

    ReplyDelete