"..Dan anak kecil ini memegang kacang kulit yang sengaja dibungkusin oleh Mbah Uti (Yu Mar) sebagai oleh2 untuk di perjalanan esok hari naik kereta kembali ke Jakarta..."
Yu Mar, saat kami kunjungi di siang itu bersama Vincent, si petualang alam yang sekarang lebih suka bertualang dengan motor besarnya, berteriak antara bahagia dan marah. "Icha... lha Alloh mbak Icha... Bapak, kiye mbak Icha pak..." ya Alloh Icha ko tega bener chaa... tega bener" Lupa kalimat jawa yang terucap di mulutnya, tapi kurang lebih artinya tega karena sudah lama tidak mengunjunginya. Sedikit tangisan pecah di siang itu, tapi tidak berlangsung lama karena kami mulai berbincang2 tentang banyak hal mulai dari kondisi kesehatannya sampai keadaan kampus Unsoed saat ini.
Purwokerto memang menjadi tempat incaran yang ingin kami kunjungi, bahkan jauh semasa di Melbourne, setahun yang lalu, kami sudah berandai2 makan mendoan di sana, melihat perkembangan kota yang katanya sudah merambah ke arah metropolitan (kota gaul seperti Bandung yang ramai dengan cafe2 nya), dan mengunjungi orang-orang terkasih di sana. Yu Mar, sosok yang saya ceritakan di awal adalah salah satunya.
Juga Mbak Iik yang paling terngiang2 di ingatan saya, yang adalah sosok seorang ibu pendiam nan baik hati yang setia menemani dan merawat saya selama tinggal di Purwokerto. Setiba di rumahnya di Jl. Ahmad Yani, bertemu dengan karib Ririn, si anak Sulung yang tomboi dan cablak, ceria saya berubah menjadi isak tangis yang tak tertahankan. Sedih sekali mendengan berita beliau telah tiada, menghadap Sang Khalik akibat penyakit kanker yang dideritanya. Waktu yang tidak bisa diulang, tetapi kesempatan silaturahim tidak mau terlewat begitu saja. Saya mengucap syukur bisa bertemu anggota keluarga yang lain.
Napak tilas selanjutnya adalah mengunjungi keluarga teman kami (alm. Angelia) yang tinggal di Jl. Bank. Sayang kami tidak bisa menemui Sang Ibu karena rumah tidak berpenghuni. Lalu kamipun melaju ke Kedai es Krim tersohor, Brasil, dengan menggunakan mobil pinjaman (yang tak perlu dibayar) dari rekan Sigit, kakak kelas di Jur.Komunikasi, sang Enterpreuner. Teman kami, Cheung, ikut bergabung. Perjalanan pun makin seru karena lintasan demi lintasan jalan serta tingkungan kota itu kami lalui dan decak kagum dan bingung pun terjadi (bingung karena perubahan infrastrukturnya maksudnya).