Wednesday, 23 March 2016

Pak Udin Becak

Waktu menunjukkan pukul 9 pagi dan saya masih sibuk suapin Terra sembari gantiin bajunya. Kami harus ke sekolah setidaknya jam 9.15 karena perjalanan memakan waktu kurang lebih 25 menit. Biasanya kalau masih banyak waktu, kami terbiasa berjalan kaki dari rumah ke jalan raya depan (sekitar 1 km). Itung-itung olahraga. Jalan ke depannya itu sendiri memakan waktu paling lama 15 menit. Terra juga suka jalan kaki (walaupun di tengah perjalanan minta digendong).

Kalau di kota besar peak hours karena macet itu di pagi hari (misal three-in-one start jam 06.30 sampe 10 pagi), ya kurang lebih sama lah dengan keadaan di rumah. Setelah menjadi ibu rumah tangga ini, justru rush hour nya berasa banget. Kudu bangun pagi dan buru2 ke warung sebelah membeli sayur dan lauk pauk. Selepas suami pergi kerja, segeralah berkutat di dapur. Jangan ditanya bagaimana dengan Terra di pagi hari, karena kalau tidurnya cukup di malam hari dia sih asik2 aja kalau main sendiri di pagi hari. KALAU dia masih ngantuk, wahhh challenge banget itu. Mau masak tapi si anak minta ditemenin bobok di kamar. Para ibu pasti mengerti dilema yang satu ini.

Sama kejadiannya dengan pagi ini, perhitungan masak-masak saya meleset karena ke warung terlambat. Eh jangan khawatir mak Terra, kamu kan punya nomor telepon abang becak yang mangkal di jalan raya depan sana. Segeralah saya cari nomor abang becak. Saat di telepon, dia gak angkat. Haduh, bakal telat dah ini anak.

Waktu menunjukkan 9.20. Terra sudah selesai makan. Kami pun segera siap-siap keluar rumah. Eh, tiba-tiba telepon berbunyi tapi dari nomor yang tidak dikenal. Setelah telepon diterima, barulah diketahui ternyata bapak Udin yang dinanti-nanti telepon balik. Segera saya booking si abang tukang becak ini.

Ya betul, pak Udin punya dua nomor telepon. Canggihnya. Dia sadar akan kebutuhannya sebagai seorang tukang becak (bukan online) yang banyak pelanggan.

Hari ini Jakarta punya cerita heboh dan miris. Demo dari paguyuban pengemudi pangkutan darat (volume terbesar dari taxi). Demo nya sih gak apa2 menurut saya, wong itu sebagai wujud demokrasi. Mirisnya adalah saat mengetahui demo ini diembel2i dengan aksi timpuk sana sini yang membahayakan penumpang dan supir yang masih mau bekerja, mengganggu ketertiban umum, dan merusak transportasi itu sendiri bahkan lingkungan tempat para pendemo beraksi (tukang taman sampe ribut karena tamannya rusak, kasihan kan..).

Kalau inget perkataannya si tikus jago masak saat berdebat dengan ayahnya di film Ratatouille, "change is natural" , kurang lebih begitulah yang terjadi sekarang. Transportasi berbasis online menjadi alternatif lain yang digunakan customer adalah sebuah hal yang bisa ditebak pasti terjadi karena jaman berubah, teknologi sudah maju, kreativitas menghasilkan hal-hal seperti ini. Ya seperti si pak Udin abang becak ini. Dia gak lagi nongkrong di pangkalan becak. Dia jemput bola, sebarin nomor teleponnya (kalau dia canggih bisa bikin aplikasi online juga pasti dia ikutin jejak gojek).

Saya gak mau ngomongin gimana solusi kedua belah pihak (transport konvensional dan transport online) karena itu berat dan panjang, saya cuma mo bahas kekaguman saya dengan PAK UDIN BECAK (begitu namanya tertulis di contact name hape saya).



No comments:

Post a Comment